Pura Kiduling Kreteg
merupakan salah satu pura di kompleks Pura Besakih. Posisinya berada di sebelah
selatan Pura Penataran Agung Besakih. Sesuai namanya, Kiduling Kreteg berarti
di sebelah selatan jembatan. Kenyataannya memang pura berada di sebelah selatan
jembatan dari Pura Penataran Agung Besakih. Untuk menuju ke lokasi dari Pura
Penataran Agung ke timur melewati jalan setapak di sebelah
menyebelah pura-pura Pedharman dan pada ujung timur, Pura Kiduling
Kreteg, yaitu di sebelah Timur sungai melalui sebuah jembatan.
Pura Penataran Agung
Besakih sebagai pusat dari seluruh kompleks Pura Besakih. Pura Kiduling Kreteg
ini tergolong Pura Catur Dala sebagai media memuja Tuhan dalam manifestasinya
sebagai Dewa Brahma. Dewa Iswara adalah manifestasi Tuhan sebagai dewanya
sinar yang dari atas menyinari alam semesta di bawah. Sedangkan Dewa Brahma
adalah manifestasi Tuhan sebagai dewanya api yang selalu berkobar dari bawah
menuju ke atas. Ini kenyataan alam ciptaan Tuhan yang memberi kekuatan daya
cipta kepada umat manusia untuk terus-menerus berkreasi.
Hidup yang baik
adalah hidup yang terus berkreasi melakukan inovasi yang berfungsi
mengembangkan strategi membangun tradisi mengaplikasikan isi kitab suci. Salah
satu kekuatan Citta disebut Aiswarya. Kekuatan inilah yang
senantiasa mendorong manusia untuk terus-menerus berusaha meningkatkan diri
menuju yang lebih baik dengan cara-cara yang benar dan suci. Aiswarya ini
mendorong manusia untuk kreatif melakukan sesuatu yang baik berdasarkan
kebenaran dan kesucian.
Kalau kekuatan
Aiswarya ini dapat mengatasi kekuatan Klesa, maka manusia itu akan senantiasa
dapat menunjukkan perilaku Dharma. Klesa itu adalah unsur yang menghalangi
dorongan untuk melakukan Dharma. Klesa itu yang mengotori diri manusia karena
menghalangi Atman memancarkan sinar sucinya. Klesa yang kuat menyebabkan
manusia dinamika hidupnya menuju papa neraka.
Menyelenggarakan
kehidupan yang baik, benar dan suci membutuhkan kreasi yang terus-menerus
sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk menguatkan daya kreativitas diri itu di
samping dengan kekuatan daya nalar sendiri juga dibutuhkan kekuatan spiritual
melalui pemujaan Tuhan. Dalam hal inilah Tuhan dipuja sebagai Bhatara Brahma
untuk memohon tuntunan agar tetap memiliki semangat untuk terus berkreasi
mewujudkan kebenaran, kesucian dan keharmonisan. Karena kehidupan yang bahagia
lahir batin akan terwujud kalau dasarnya kebenaran, kesucian dan keharmonisan
atau Satyam, Siwam dan Sundharam.
Salah satu tujuan
pemujaan Tuhan sebagai Dewa Brahma di Pura Kiduling Kreteg itu adalah untuk
menuntun umat Hindu agar senantiasa mengembangkan daya kreativitasnya dalam
mewujudkan kebenaran Weda dalam kehidupan individual dan sosial. Di samping
itu, memuja Tuhan sebagai Dewa Brahma untuk memelihara semangat hidup agar
tetap dapat hidup di jalan Dharma.
Pemujaan Dewa Brahma
di Pura Kiduling Kreteg itu disimbolkan dalam Pelinggih Meru Tumpang
Sebelas. Meru ini terletak paling sudut di timur laut dari areal Pura Kiduling
Kreteg. Pelinggih Meru Tumpang Sebelas ini masyarakat umum menyatakan sebagai
stana Ratu Cili.
Karakteristik
Bangunan
Memasuki areal utama
mandala atau jeroan dari Pura Kiduling Kreteg ini kita akan menjumpai palinggih
yang disebut Bale Pegat. Di Bale Pegat ini, ada dua balai atau sejenis
dipan beratap satu. Fungsi pelinggih yang disebut Bale Pegat ini adalah untuk nyiratan atau
memercikan Tirtha Pengelukatan. Di sebelah kiri dari Meru Tumpang Sebelas
stana Bhatara Brahma ada pelinggih yang disebut Bale Pesamuan Agung. Di
Bale Pesamuan Agung inilah dilukiskan kegiatan Ida Bhatara baik saat tedun,
nyejer maupun masineb. Di Pelinggih Bale Pesamuan Agung ini Ida Batara dipuja
dengan konsep Wahya atau secara lahiriah, sedangkan di Meru Tumpang
Sebelas Ida Bhatara dipuja secara Dyatmika atau batiniah.
Para Dewa
manifestasi Tuhan dilukiskan oleh umat dalam upacara yadnya. Di Pelinggih
Pesamuan Agung inilah dilukiskan para Dewa berkumpul bagaikan raja dengan
petinggi kerajaan rapat menentukan anugerah kepada rakyat berupa keamanan dan
kesejahteraan. Di Pelinggih Pesamuan Agung ini dilukiskan Tuhan mendunia atau
merakyat memberikan anugerah kepada umatnya yang melakukan Dharma. Bale
Pesamuan ini ada di pura-pura besar pada umumnya.
Yang cukup menarik
di deretan pelinggih di selatan ada dua Meru berjejer. Ada yang Tumpang Lima
dan Meru Tumpang Tiga. Meru Tumpang Lima sebagai pelinggih Ida
Ratu Bagus Seha dan Meru Tumpang Tiga sebagai stana Ida
Ratu Sihi. Istilah Seha dan Sihi sepertinya melukiskan
keseimbangan antara Purusa dan Predana. Ini artinya idealisme
pemujaan pada Dewa Brahma akan terwujud kalau dilakukan secara Sekala dan Niskala
atau lahir batin.
Di timur Pelinggih
Ida Ratu Bagus Seha terdapat Meru Tumpang Sebelas merupakan Meru terbesar di
Pura Kiduling Kreteg. Meru ini stana Ida Batara Agung Sakti sebagai
manifestasi dari Bhatara Brahma. Pengertian Sakti menurut Wrehaspati Tattwa
adalah banyak ilmu dan banyak kerja. Maksudnya tujuan memuja Batara Brahma agar
diwujudkan dengan ilmu dan kerja.
Pelaksanaan
Upacara/Piodalan
Piodalannya jatuh pada Anggara Wage Dungulan atau Penampahan Galungan, sedang Aci Panyeeb Brahma diselenggarakan setahun sekali pada hari purnama sasih Kaenem. Aci Panyeeb Brahma adalah untuk memohon agar padi di sawah tidak merana dan hangus kekeringan. Dalam karya-karya di pura Kiduling Kreteg, semua penganggen pelinggih berwarna merah.